Makalah Logika - Penyimpulan Langsung, Ekuivalensi, Konversi
MAKALAH
Penyimpulan langsung, Ekuivalensi, Konversi, dan lain-lain
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Logika
Dosen Pengampu: Farid Khoeroni, S.Pd.I., M.S.I

Oleh Kelompok 10:
1.
Kurniati Rohmah (1710110024)
2.
Liftifa Ulfiya Shinta (1710110029)
3.
Muh. Wafi Abdillah (1710110031)
4.
Amrina Rosada (1710110032)
PAI-A/SEMESTER II

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
2018
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kelancaran kepada kami
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Pada pembahasan ini kami akan
menyampaikan materi dari Logika mengenai Penyimpulan Langsung, Ekuivalensi,
Konversi, dan lain-lain. Sebelumnya kami ucapkan terimakasih kepada dosen yang
telah membimbing dalam penyusunan makalah ini pada mata kuliah Logika dan tidak
lupa pula kami ucapkan terimakasih kepada teman-teman yang telah mendukung
untuk penyelesaian makalah ini.
Makalah ini menjelaskan tentang
Penyimpulan Langsung, Ekuivalensi, Konversi, dan lain-lain yaitu lebih jelasnya
mengenai pengertian penyimpulan langsung serta definisi penyimpulan langsung
dan macam-macamnya yang merupakan salah satu materi yang akan dipelajari pada
mata kuliah Logika.
Jika ada kesalahan dalam prosesnya
kami mohon maaf yang sebesar-besarnya karena sumber yang kami dapat sangatlah
minim. Oleh kerena itu, kami mohon maaf
bagi para audiens dan pembaca khususnya. Semoga makalah ini memberikan banyak
manfaat kepada para pembacanya. Dengan segala kerendahan hati penulis menerima
kritik dan saran yang membangun agar menjadi perbaikan untuk masa depan yang
akan datang.
Kudus, 17 Mei 2018
Penulis
DAFTAR ISI
Cover i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penyimpulan Langsung
B.
Definisi Penyimpulan Langsung dan Macam-macamnya
BAB III PENUTUP
Simpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Logika ialah ilmu penalaran pemikiran untuk mengetahui sebuah kebenaran.
Ilmu ini melatih manusia untuk berfikir lebih dalam sehingga lebih teliti dalam
memahami suatu hal. Umumnya logika sering dikaitkan dengan pemahaman menurut
akal (logis).
Dalam logika dikenal juga istilah “penyimpulan” yaitu hail pemikiran.
Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat secara langsung
menyimpulkan suatu putusan baru dengan memakai subjek dan predikat yang sama.
B.
Rumusan Masalah
Dari
penjelasan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
1.
Apa pengertian penyimpulan langsung?
2.
Apa definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya?
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas tujuan penulisan
makalah yaitu:
1.
Untuk mengetahui pengertian penyimpulan langsung
2.
Untuk mengetahui definisi penyimpulan langsung dan macam-macamnya
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Penyimpulan Langsung
Penyimpulan langsung yaitu premis yang dapat terdiri dari satu, dua
atau lebih putusan. Berpangkal pada putusan tertentu, kita sering kali dapat
secara langsung menyimpulkan suatu putusan baru (kesimpulan), dengan memakai
subjek dan predikat yang sama. Ini disebut penyimpulan langsung (immediate
inference).
Contoh:
S=P sedangkan penengah diantara keduanya bisa disebut M sebagai term penengah.
Jiwa
manusia
|
Rohani
|
Tak
dapat mati
|
S
|
M
|
P
|
Jadi, ketika ada dua putusan S=P
adalah “Jiwa manusia tak dapat mati” harus ada alasan untuk menghubungkan
putusan satu dengan yang lain yaitu M seperti yang ada di atas, dan alasan
penghubung antara S dan P adalah M (rohani) dan diambil keputusan bahwa “Jiwa
manusia=rohani=tak dapat mati”.
Penyimpulan dalam bahasa artinya
mencari dalil, mencari keterangan, mencari indicator atau mencari petunjuk,
sebab dengan indicator ini dapat diperoleh pengertian sebagai kesimpulan.[1]
B.
Definisi Penyimpulan Langsung dan Macam-macamnya
Penyimpulan langsung (immediate inference) adalah sebuah
penalaran, yang premisnya dapat terdiri dari satu, dua, atau lebih putusan
dengan berpangkal pada putusan tertentu, kita dapat secara langsung
menyimpulkan suatu putusan baru (kesimpulan), dengan memakai subyek dan
predikat yang sama. Istilah “Penalaran Langsung” berasal dari Aristoteles untuk
menunjuk penalaran, yang premisnya hanya terdiri dari sebuah proposisi saja.
Konklusinya ditarik langsung dari proposisi yang satu itu dengan membandingkan
subyek dan predikatnya.
Sistem logika yang mengenai penalaran langsung itu didasarkan atas
proposisi kategorik bentuk S=P. Dalam bentuk proposisi kategorik yang demikian
itu baik term untuk subyek maupun untuk predikatnya menunjuk kepada suatu
substantive, dan dalam bahasa berupa kata benda. Kaitan antara subyek dan
predikat berdiri sendiri kopula. Contoh:”Kerbau (kata benda) itu (kopula)
binatang (kata benda)”. Bentuk ini adalah bentuk proposisi kategorik yang
dipakai sebagai standar dalam system Aristoteles. Proposisi-proposisi kategorik
yang berbeda bentuknya, harus dikembalikan kepada bentuk proposisi standar ini.
Banyak proposisi kategorik yang predikatnya tidak menunjuk suatu substantive,
akan tetapi suatu sifat. Misalnya: “Burung bangau itu putih”, “Lukisan itu
bagus”.[2]
Ada beberapa macam penyimpulan langsung dalam logika, anatra lain:
1. Ekuivalensi
Ekuivalensi adalah
mengatakan hal yang persis sama. Putusan-putusan itu sebenarnya tidak
menyatakan putusan yang baru, hanya perumusannya berlainan, tetapi dengan
menggunakan subjek dan predikat yang sama.[3]
·
Beberapa B=A
·
Beberapa
B ≠ A (beberapa A ≠ B)
·
Ada
A yang B (ada A yang bukan B)
·
Ada
B yang A (ada B yang bukan A)
·
Tidak
semua A=B (tidak semua B=A)
Contoh: ‘tak ada orang Belgia yang
menjadi jago pencak’ berarti dapat disimpulkan bahwa ‘tak ada jago pencak yang
berbangsa Belgia’.
2. Pembalikan
Membalik suatu
putusan berarti menyusun suatu putusan baru, dengan jalan menggantikan subjek
dan predikat.[4]
Contoh:’pegawai negeri itu bukan pegawai swasta’ jadi ‘pegawai itu bukan
pegawai negeri’. Kalimat ini dapat di bolak-balik tanpa mengurngi kebenaran
ucapan tersebut.
Hukum-hukum atau
aturan pembalikan, agar pembalikan putusan tidak menjadi kesimpulan yang salah:
a. Putusan A hanya boleh dibalik menjadi putusan I
‘semua jendral itu manusia’ tetapi ‘tidak
semua manusia itu jendral’. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa A luasnya
lebih kecil dibandingkan dengan B jadi A hanya bisa dibalik dengan A bukan
dengan B. Sedangkan apabila B diletakkan pada A maka luas A tidak akan cukup.
Maka dari itu A hanya boleh dibalik menjadi putusan I.
b. Putusan E selalu boleh dibalik (E jadi O, O jadi E)
‘anjing itu bukan kucing’, jadi ‘kucing
itu bukan anjing’. Sebab dalam putusan negatif universal maka seluruh luas S
dipisah-pisahkan dari seluruh luas P.
c. Putusan I dapat dibalik menjadi putusan I lagi.
Dalam putusan afirmatif, P adalah
partikular. Jika putusan ini dibalik, P yang partikular itu menjadi S yang
partikular, dan S yang partikular itu menjadi P yang partikular pula.
Contoh:’ada buah-buah yang merah’. Jadi ‘ada barang-barang merah yang merupakan
buah’.
d. Putusan O tidak dapat dibalik.
Contohnya: ‘ada
manusia yang bukan dokter’, jadi ‘ada dokter yang bukan manusia’. Maka dapat
disimpulkan O tidak dapat dibalik karena apabila dibalik akan terjadi kesalahan
seperti diatas.
3.
Obversi
Obversi adalah
cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada proposisi lain yang semakna
dengan mengubah kualitas pertanyaan aslinya. Contohnya: “kebanyakan orang
sholeh tidak hidup sampai tua”, konversinya adalah “kebanyakan orang sholeh
mati muda”.
Obversi dari
keempat bentuk proposisi:
v Bentuk A
menjadi E
v Bentuk I
menjadi O
v Bentuk E
menjadi A
v Bentuk O
menjadi I[5]
Cara lain untuk
menarik konklusi dari sebuah proposisi ialah denagn cara obversi. Prosedur
obversi itu sebagai berikut:
(1)
Kualitas pada proposisi premis diganti dari proposisi affirmative
dijadikan negative, atau sebaliknya,
(2)
Term pada predikat diganti dengan komplementnya. Term ini menunjuk
suatu kelas. Apa yang tidak termasuk anggota kelas itu semuanya merupakan
komplemen-nya atau kelas komplemen-nya. Jadi komplemen dari kelas “anjing”,
misalnya “non anjing”, “kucing hitam” komplemen-nya ialah “non hitam”.
Prinsip yang menjadi dasar penyimmpulan obversi itu ialah A= non non- A, A itu ekuivalesi dengan non-A.
Prinsip ini juga disebut prinsip negasi ganda (double negation).
Contoh
Obversi:
Premis :” Manusia adalah makhluk
berpikir”
Konklusi :” Manusia bukan non makhluk berpikir”
Kedua
proposisi itu, premis dan konklusinya adalah ekuivalen.[6]
4.
Kontraposisi
Kontraposisi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi lain
yang semakna, dengan menukar kedudukan subjek dan predikat pernyataan asli
dengan mengontradiksikan masing-masingnya. Contohnya: “semua merpati adalah
burung”, Kontraposisinya adalah “semua yang bukan burung bukan merpati”.[7]
Kontraposisi ini tersusun melalui prosedur sebagai berikut:
1.
Term subyek maupun term predikat diganti dengan komplemen
masing-masing.
2.
Proposisi yang sudah berubah term-termnya itu kemudian
dikonversikan: term subyek dan term predikat bertukar tempat.
Contoh Kontraposisi:
“Semua
pejuang kemerdekaan adalah pembela bangsa”
Jadi: “Semua non pembela bangsa
adalah non pejuang kemerdekaan”.
Selanjutnya,
konklusi penyimpulan melalui kontraposisi ini, disebut kontrapositif. Suatu
proposisi kontraposisi itu ekuivalen dengan proposisi aslinya.[8]
5.
Konversi
Konversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada
proposisi lain yang semakna dengan menukar kedudukan subjek dan predikat
pernyataan selanjutnya.
Contoh: Tidak satu pun mahasiswa adalah buta huruf.
Tidak satu pun yang buta huruf adalah mahasiswa.[9]
Proses konversi dari semua bentuk proposisi, yakni:
1)
Proposisi Universal Affirmatif (A) > (I)
Proposisi/putusan universal affirmatif (A), apabila dibalik, maka
proposisi/putusan tersebut harus dibalik menjadi proposisi/putusan pertikular
affirmatif (I), sebab proposisi/putusan universal affirmatif itu, predikatnya
lebih luas daripada subyeknya, sehingga kalau dibalik apa adanya begitu saja
kuantitasnya, akan terjadi kesalahan.
Misalnya: A= Semua mahasiswa adalah rajin, dibalik menjadi:
I= Sebagian yang rajin
adalah mahasiswa.
2)
Proposisi Universal Negatif (E) > (E)
Proposisi/putusan universal negatif (E), apabila dibalik, maka
proposisi/putusan tersebut akan masih tetap menjadi (E), sebab
proposisi/putusan universal negatif itu, subyeknya berbeda dengan predikatnya,
sehingga dibolak-balik artinya masih tetap sama benarnya.
Misalnya: E= Tak satupun mahasiswa adalah malas, dibalik menjadi:
E= Tak satupun yang malas
adalah mahasiswa.
3)
Proposisi Partikular Affirmatif (I) > (I)
Proposisi/putusan partikular affirmatif (I), apabila dibalik, maka
proposisi/putusan tersebut akan tetap menjadi (I), sebab proposisi/putusan
particular affirmatif itu, kuantitas dari subyek dan predikatnya sama-sama
partikular, sehingga kalau dibalik tetap masih sama benarnya.
Misalnya: I= Sebagian mahasiswa adalah rajin, dibalik menjadi:
I= Sebagian yang rajin
adalah mahasiswa.
4)
Proposisi Partikular Negatif (O)
Proposisi/putusan partikular negatif (O), tidak dapat dibalik,
sebab proposisi/putusan particular negatif itu, kuantitas subyeknya lebih luas
daripada predikatnya, sehingga kalau dibalik akan terjadi kesalahan.
Misalnya: O= Sebagian manusia adalah tidak tidak mahasiswa
(benar), bila dibalik menjadi:
O= Sebagian mahasiswa adalah
tidak manusia (ini salah), maka tidak
boleh dibalik.[10]
6.
Inversi
Inversi adalah cara mengungkapkan kembali suatu proposisi kepada
proposisi lain yang semakna dengan mengontradiksikan subjek dan predikat
pernyataan aslinya.
Contoh: “yang belum bayar tidak boleh masuk”, inversinya menjadi
“yang sudah bayar boleh masuk”.[11]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.
Penyimpulan langsung ialah hasil pemikiran manusia yang
merupakan sebuah putusan dari premis-premis yang dapat diperoleh dengan memakai
subyek dan predikat.
2.
Macam-macam penyimpulan langsung, diantaranya:
ekuivalensi, pembalikan, obversi, kontraposisi, konversi, dan inversi
DAFTAR PUSTAKA
Anisa Listiana,
2017, Logika, Kudus, Media Ilmu Press.
Masdi, 2009, Logika, Kudus.
Poespropodjo & T Gilarso, 2017, Logika Ilmu Menalar, Bandung, CV Pustaka
Grafika.
Sangat membantu, terimakasih sahabat-sahabati
BalasHapus